Meditasi Bhavana hal.
Meditasi BHAVANA
Oleh: Master Tjung teck
PENGERTIAN, FAEDAH,
DAN Meditasi
Meditasi banyak dilakukan setiap orang tentunya dengan bermacam-macam cara dari kehidupan dimana akan melaksanakan suatu Meditasi itu yang membuat kondisi Meditasi yang nyaman dan tenang,Meditasi bhavana ini banyak yang bisa di hujutkan dengan praktek di kehidupan sehari-hari dengan baik kondisi yang berbeda-beda pula akan tetapi semuanya juga akan sama dengan konsentrasi yang terpusat pikiran dengan objecknya masing-masing baik dia seorang praktisi Meditasi seorang wanita dan laki-laki itu sama cuman perbedaan hal sifat dan prilaku yang berbeda baik seorang wanita dan seorang laki-laki itu.
CARA MELAKSANAKAN Meditasi BHAVANA
1. PENGERTIAN Meditasi BHAVANA
Meditasi Bhavana berarti pengembangan, yaitu pengembangan batin dalam melaksanakan pembersihannya.
Istilah lain yang arti dan pemakaiannya hampir sama dengan bhavana adalah samadhi. Samadhi berarti
pemusatan pikiran pada suatu obyek.
Samadhi yang benar (samma samadhi) adalah pemusatan pikiran pada obyek yang dapat
menghilangkan kekotoran batin tatkala pikiran bersatu dengan bentuk-bentuk karma yang baik, sedangkan
samadhi yang salah (miccha samadhi) adalah pemusatan pikiran pada obyek yang dapat menimbulkan
kekotoran batin tatkala pikiran bersatu dengan bentuk-bentuk karma yang tidak baik. Jika dipergunakan
istilah samadhi, maka yang dimaksud adalah "Samadhi yang benar".
2. FAEDAH BHAVANA
Bhavana atau meditasi yang benar akan memberikan faedah bagi orang bagi orang yang
melaksanakannya. Faedah-faedah yang timbul dalam kehidupan sehari-hari dari praktek meditasi itu
adalah :
1. Bagi orang yang selalu sibuk, meditasi akan menolong dia untuk membebaskan diri dari ketegangan
dan mendapatkan relaksasi atau pelemasan.
2. Bagi orang yang sedang bingung, meditasi akan menolong dia untuk menenangkan diri dari
kebingungan dan mendapatkan ketenangan yang bersifat sementara maupun yang bersifat permanen
(tetap).
3. Bagi orang yang mempunyai banyak problem atau persoalan yang tidak putus-putusnya, meditasi
akan menolong dia untuk menimbulkan ketabahan dan keberanian serta mengembangkan kekuatan
untuk mengatasi persoalan-persoalan tersebut.
4. Bagi orang yang kurang percaya diri sendiri, meditasi akan menolong dia untuk mendapatkan
keparcayaan kepada diri sendiri yang sangat dibutuhkannya itu.
5. Bagi orang yang mempunyai rasa takut dalam hati atau kebimbangan, meditasi akan menolong dia
untuk mendapatkan pengertian terhadap keadaan atau sifat yang sebenarnya dari hal-hal yang
menyebabkannya takut dan selanjutnya dia akan dapat mengatasi rasa takut itu dalam pikirannya.
6. Bagi orang yang selalu merasa tidak puas terhadap segala sesuatu dalam lingkungannya atau dalam
2
kehidupan ini, meditasi akan memberikan dia perubahan dan perkembangan yang menuju pada
kepuasan batin.
7. Bagi orang yang pikirannya sedang kacau dan berputus asa karena kurangnya pengertian akan sifat
kehidupan dan keadaan dunia ini, meditasi akan menolong dia untuk memberikan pengertian padanya
bahwa pikirannya itu kacau utnuk hal-hal yang tidak ada gunanya.
8. Bagi orang yang ragu-ragu dan tidak begitu tertarik kepada agama, meditasi akan menolong dia
untuk mengatasi keragu-raguannya itu dan untuk melihat segi-segi serta nilai-nilai yang praktis
dalam bimbingan agama.
9. Bagi seorang pelajar atau mahasiswa, meditasi akan menolong dia untuk menimbulkan dan
menguatkan ingatannya serta untuk belajar lebih seksama dan lebih efisien.
10. Bagi orang yang kaya, meditasi akan menolong dia untuk dapat melihat sifat dan kegunaan dari
kekayaannya itu, bagaimana cara menggunakan harta tersebut untuk kebahagiaan dirinya sendiri dan
kebahagiaan orang lain.
11. Bagi orang miskin, meditasi akan menolong dia untuk memiliki rasa puas dan ketenangan serta tidak
melampiaskan rasa iri hati terhadap orang lain yang lebih mampu daripadanya.
12. Bagi seorang pemuda yang sedang berada dalam persimpangan jalan dari kehidupan ini dan dia tidak
tahu jalan mana yang akan ditempuhnya, meditasi akan menolong dia untuk mendapatkan pengertian
dalam menempuh salah satu jalan yang akan membawa ke tujuannya.
13. Bagi orang yang telah lanjut usia yang telah bosan dengan kehidupan ini, meditasi akan menolong
dia ke dalam pengertian yang lebih mendalam mengenai kehidupan ini, dan pengertian tersebut akan
memberi dia kelegaan dan kebebasan dari penderitaan serta pahit getirnya kehidupan ini, dan akan
menimbulkan kegairahan yang baru bagi dirinya.
14. Bagi orang yang mudah marah, meditasi akan menolong dia mengembangkan kekuatan kemauan
untuk mengatasi kelemahan-kelemahannya.
15. Bagi orang yang bersifat iri hati, meditasi akan menolong dia untuk mengerti tentang bahayanya sifat
iri hati itu.
16. Bagi orang yang diperbudak oleh panca inderanya, meditasi akan menolong dia untuk belajar
menguasai nafsu-nafsu dan keinginannya itu.
17. Bagi orang yang telah ketagihan minuman keras yang memabukkan, meditasi akan menolong dia
untuk menyadari dirinya dan melihat cara mengatasi kebiasaan yang berbahaya itu yang telah
memperbudak dan mengikat dirinya.
18. Bagi orang yang tidak terpelajar atau bodoh, meditasi akan memberikan dia kesempatan untuk
mengenal diri dan mengembangkan pengetahuan-pengetahuan yang sangat berguna untuk
kesejahteraan diri sendiri dan untuk keluarga serta handai taulannya.
19. Bagi orang yang sungguh-sungguh melakukan latihan meditasi yang benar ini, maka nafsu-nafsu dan
emosinya tak mempunyai kesempatan untuk memperbodohi dirinya lagi.
20. Bagi orang yang bijaksana, meditasi akan membawa dia kepada kesadaran yang lebih tinggi dan
pencapaian penerangan sempurna; dia akan dapat melihat segala sesuatu dengan sewajarnya dan
tidak akan terseret lagi ke dalam persoalan-persoalan yang remeh.
21. Selanjutnya, dalam agama Buddha, meditasi yang benar itu dipergunakan untuk membebaskan diri
dari segala penderitaan, untuk mencapai Nibbana.
3
Demikianlah beberapa faedah praktis yang dapat dihasilkan dari latihan meditasi. Faedah-faedah ini
merupakan milik yang akan ditemui dalam pikiran sendiri.
3. CARA MELAKSANAKAN BHAVANA
Orang yang baru belajar meditasi sebaiknya mencari tempat yang cocok untuk melakukan meditasi.
Tempat itu adalah tempat yang sunyi dan tenang, bebas dari gangguan orang-orang di sekitarnya, bebas
dari gangguan nyamuk. Untuk tahap permulaan, hendaknya orang berlatih di tempat yang sama, jangan
pindah-pindah tempat. Jika meditasinya telah maju, maka dapat dilakukan di mana saja di setiap tempat,
baik di kantor, di pasar, di kebun, di hutan, di goa, dikuburan, maupun di tempat yang ramai.
Waktu untu melaksanakannya dapat dipilih sendiri. Biasanya waktu yang baik untuk bermeditasi adalah
pagi hari antara pukul 04.00 sampai pukul 07.00 dan malam hari antara pukul 17.00 sampai pukul 22.00.
Jika waktu untuk bermeditasi telah ditentukan, maka waktu tersebut hendaknya digunakan khusus untuk
bermeditasi. Meditasi sebaiknya dilakukan setiap hari dengan waktu yang sama secara teratur atau
kontinyu. Bila meditasinya telah maju, maka dapat dilakukan kapan saja, pada setiap waktu.
Orang bebas memilih posisi meditasi. Biasanya posisi meditasi yang baik adalah duduk bersila di lantai
yang beralas, dengan meletakkan kaki kanan di atas kaki kiri, dan tangan kanan menumpu tangan kiri di
pangkuan. Atau boleh juga dalam posisi setengah sila, dengan kaki dilipat ke samping. Bahkan kalau
tidak memungkinkan, maka dipersilahkan duduk di kursi. Yang penting adalah bahwa badan dan kepala
harus tegak, tetapi tidak kaku atau tegang. Duduklah seenaknya, jangan bersandar. Mulut dan mata harus
tertutup. Selama meditasi berlangsung hendaknya diusahakan untuk tidak menggerakkan anggota badan,
jika tidak perlu. Namun bila badan jasmani merasa tidak enak, maka diperbolehkan untuk menggerakkan
tubuh atau mengubah sikap meditasi. Tetapi, hal ini harus dilakukan perlahan-lahan, disertai dengan
penuh perhatian dan kesadaran. Jika meditasinya telah maju, maka dapat dilakukan dalam berbagai posisi,
baik berdiri, berjalan, maupun berbaring.
Sebelum melaksanakan meditasi, sebaiknya diminta petunjuk atau nasehat dari guru meditasi atau
mereka yang telah berpengalaman mengenai meditasi, agar dapat dicapai sukses dalam bermeditasi.
Pada saat hendak bermeditasi, sebaiknya dibacakan paritta terlebih dahulu. Selanjutnya, laksanakanlah
meditasi dengan tekun. Pikiran dipusatkan pada obyek yang telah dipilih. Pada tingkat permulaan,
tentunya pikiran akan lari dari obyek. Hal ini biasa, karena pikiran itu lincah, binal, dan selalu bergerak.
Namun, hendaknya orang yang bermeditasi selalu sadar dan waspada terhadap pikiran. Bila pikiran itu
lari dari obyek, ia sadar bahwa pikiran itu lari, dan cepat mengembalikan pikiran itu pada obyek semula.
Bila hal ini dapat dilaksanakan dengan baik, maka kemajuan dalam meditasi pasti akan diperoleh.
PEMBAGIAN BHAVANA
4
Bhavana dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu :
1. Samatha Bhavana, berarti pengembangan ketenangan batin.
2. Vipassana Bhavana, berarti pengembangan pandangan terang.
Diantara kedua jenis bhavana ini terdapat perbedaan. Perbedaan itu mencakup:
a. Tujuannya
Samatha Bhavana merupakan pengembangan batin yang bertujuan untuk mencapai ketenangan. Dalam
Samatha Bhavana, batin terutama pikiran terpusat dan tertuju pada suatu obyek. Jadi pikiran tidak
berhamburan ke segala penjuru, pikiran tidak berkeliaran kesana kemari, pikiran tidak melamun dan
mengembara tanpa tujuan.
Dengan melaksanakan Samatha Bhavana, rintangan-rintangan batin tidak dapat dilenyapkan secara
menyeluruh. Jadi kekotoran batin hanya dapat diendapkan, seperti batu besar yang menekan rumput
hingga tertidur di tanah. Dengan demikian, Samatha Bhavana hanya dapat mencapai tingkat-tingkat
konsentrasi yang disebut jhana-jhana, dan mencapai berbagai kekuatan batin.
Sesungguhnya pikiran yang tenang bukanlah tujuan terakhir dari meditasi. Ketenangan pikiran
hanyalah salah satu keadaan yang diperlukan untuk mengembangkan pandangan terang atau Vipassana
Bhavana.
Vipassana Bhavana merupakan pengembangan batin yang bertujuan untuk mencapai pandangan terang.
Dengan melaksanakan Vipassana Bhavana, kekotoran-kekotoran batin dapat disadari dan kemudian
dibasmi sampai keakar-akarnya, sehingga orang yang melakukan Vipassana Bhavana dapat melihat hidup
dan kehidupan ini dengan sewajarnya, bahwa hidup ini dicengkeram oleh anicca (ketidak-kekalan),
dukkha (derita), dan anatta (tanpa aku yang kekal). Dengan demikian, Vipassana Bhavana dapat menuju
ke arah pembersihan batin, pembebasan sempurna, pencapaian Nibbana.
Sesungguhnya "dalam kitab suci telah ditulis bahwa hanya dengan pandangan terang inilah kita dapat
menyucikan diri kita, dan tidak dengan jalan lain".
b. Obyeknya
Obyek yang dipakai dalam Samatha Bhavana ada 40 macam. Obyek-obyek itu adalah sepuluh kasina,
sepuluh asubha, sepuluh anussati, empat appamañña, satu aharapatikulasañña, satu catudhatuvavatthana,
dan empat arupa. Sebaliknya, obyek yang dipakai dalam Vipassana Bhavana adalah nama dan rupa (batin
dan materi), atau empat satipatthana.
c. Penghalangnya
Dalam melaksanakan Samatha Bhavana, pada umumnya orang yang bermeditasi sering mendapat
gangguan atau halangan atau rintangan, yaitu lima nivarana dan sepuluh palibodha. Dalam melaksanakan
Vipassana Bhavana, terdapat pula rintangan-rintangan yang dapat menghambat perkembangan pandangan
terang, yang disebut sepuluh vipassanupakilesa.
SAMATHA BHAVANA
5
1. EMPAT PULUH MACAM OBYEK MEDITASI
Dalam Samatha Bhavana ada 40 macam obyek meditasi. Obyek-obyek meditasi ini dapat dipilih salah
satu yang kiranya cocok dengan sifat atau pribadi seseorang. Pemilihan ini dimaksudkan untuk membantu
mempercepat perkembangannya. Pemilihan sebaiknya dilakukan dengan bantuan seorang guru.
Keempat puluh macam obyek meditasi itu adalah :
Sepuluh kasina (sepuluh wujud benda), yaitu :
1. Pathavi kasina = wujud tanah
2. Apo kasina = wujud air
3. Teja kasina = wujud api
4. Vayo kasina = wujud udara atau angin
5. Nila kasina = wujud warna biru
6. Pita kasina = wujud warna kuning
7. Lohita kasina = wujud warna merah
8. Odata kasina = wujud warna putih
9. Aloka kasina = wujud cahaya
a.
10. Akasa kasina = wujud ruangan terbatas
Sepuluh asubha (sepuluh wujud kekotoran), yaitu :
1. Uddhumataka = wujud mayat yang membengkak
2. Vinilaka = wujud mayat yang berwarna kebiru-biruan
3. Vipubbaka = wujud mayat yang bernanah
4. Vicchiddaka = wujud mayat yang terbelah di tengahnya
5. Vikkahayitaka = wujud mayat yang digerogoti binatang-binatang
6. Vikkhittaka = wujud mayat yang telah hancur lebur
7. Hatavikkhittaka = wujud mayat yang busuk dan hancur
8. Lohitaka = wujud mayat yang berlumuran darah
9. Puluvaka = wujud mayat yang dikerubungi belatung
b.
10. Atthika = wujud tengkorak
Sepuluh anussati (sepuluh macam perenungan), yaitu :
1. Buddhanussati = perenungan terhadap Buddha
2. Dhammanussati = perenungan terhadap Dhamma
3. Sanghanussati = perenungan terhadap Sangha
c.
4. Silanussati = perenungan terhadap sila
Bhavana hal.
Sumber: Website Buddhis Samaggi Phala, http://www.samaggi-phala.or.id
6
5. Caganussati = perenungan terhadap kebajikan
6. Devatanussati = perenungan terhadap makhluk-makhluk agung atau para dewa
7. Marananussati = perenungan terhadap kematian
8. Kayagatasati = perenungan terhadap badan jasmani
9. Anapanasati = perenungan terhadap pernapasan
10. Upasamanussati = perenungan terhadap Nibbana atau Nirwana
Empat appamañña (empat keadaan yang tidak terbatas), yaitu :
1. Metta = cinta kasih yang universal, tanpa pamrih
2. Karuna = belas kasihan
3. Mudita = perasaan simpati
d.
4. Upekkha = keseimbangan batin
e. Satu aharapatikulasanna (satu perenungan terhadap makanan yang menjijikkan)
f. Satu catudhatuvavatthana (satu analisa terhadap keempat unsur yang ada di dalam badan jasmani)
Empat arupa (empat perenungan tanpa materi), yaitu :
1. Kasinugaghatimakasapaññatti = obyek ruangan yang sudah keluar dari kasina
2. Akasanancayatana-citta = obyek kesadaran yang tanpa batas
3. Natthibhavapaññati = obyek kekosongan
g.
4. Akincaññayatana-citta = obyek bukan pencerapan pun tidak bukan pencerapan
a. Sepuluh kasina (sepuluh wujud benda)
Dalam kasina tanah, dapat dipakai kebun yang baru dicangkul atau segumpal tanah yang dibulatkan.
Dalam kasina air, dapat dipakai sebuah telaga atau air yang ada di dalam ember. Dalam kasina api,
dapat dipakai api yang menyala yang di depannya diletakkan seng yang berlobang. Dalam kasina
angin, dapat dipakai angin yang berhembus di pohon-pohon atau badan. Dalam kasina warna, dapat
dipakai benda-benda seperti bulatan dari kertas, kain, papan, atau bunga yang berwarna biru, kuning,
merah, atau putih. Dalam kasina cahaya, dapat dipakai cahaya matahari atau bulan yang memantul di
dinding atau di lantai melalui jendela dan lain-lain. Dalam kasina ruangan terbatas, dapat dipakai
ruangan kosong yang mempunyai batas-batas disekelilingnya seperti drum dan lain-lain.
Disini, mula-mula orang harus memusatkan seluruh perhatiannya pada bulatan yang berwarna biru
misalnya. Selanjutnya, dengan memandang terus pada bulatan itu, orang harus berjuang agar
pikirannya tetap berjaga-jaga, waspada, dan sadar. Sementara itu, benda-benda di sekeliling bulatan
tersebut seolah-olah lenyap, dan bulatan tersebut kelihatan menjadi makin semu dan akhirnya sebagai
bayangan pikiran saja. Kini, walaupun mata dibuka atau ditutup, orang masih melihat bulatan biru itu
di dalam pikirannya, yang makin lama makin terang seperti bulatan dari rembulan.
7
b. Sepuluh asubha (sepuluh wujud kekotoran)
Dalam sepuluh asubha ini, orang melihat atau membayangkan sesosok tubuh yang telah menjadi
mayat diturunkan ke dalam lubang kuburan, membengkak, membiru, bernanah, terbelah di tengahnya,
dikoyak-koyak oleh burung gagak atau serigala, hancur dan membusuk, berlumuran darah,
dikerubungi oleh lalat dan belatung, dan akhirnya merupakan tengkorak. Selanjutnya, ia menarik
kesimpulan terhadap badannya sendiri, "Badanku ini juga mempunyai sifat-sifat itu sebagai kodratnya,
tidak dapat dihindari". Disinilah hendaknya orang memegang dengan teguh di dalam pikirannya obyek
yang berharga yang telah timbul, seperti gambar pikiran mengenai mayat yang membengkak dan lainlain.
Sepuluh anussati (sepuluh macam perenungan)
Dalam Buddhanussati, direnungkan sembilan sifat Buddha. Kesembilan sifat Buddha tersebut
adalah maha suci, telah mencapai penerangan sempurna, sempurna pengetahuan dan tingkah lakunya,
sempurna menempuh jalan ke Nibbana, pengenal semua alam, pembimbing manusia yang tiada
taranya, guru para dewa dan manusia, yang sadar, yang patut dimuliakan.
Dalam Dhammanussati, direnungkan enam sifat Dhamma. Keenam sifat Dhamma itu adalah telah
sempurna dibabarkan, nyata di dalam kehidupan, tak lapuk oleh waktu, mengundang untuk
dibuktikan, menuntun ke dalam batin, dapat diselami oleh para bijaksana dalam batin masing-masing.
Dalam Sanghanussati, direnungkan sembilan sifat Ariya-Sangha. Kesembilan sifat Ariya-Sangha itu
adalah telah bertindak dengan baik, telah bertindak lurus, telah bertindak benar, telah bertindak patut,
patut menerima persembahan, patut menerima tempat bernaung, patut menerima bingkisan, patut
menerima penghormatan, lapangan untuk menanam jasa yang tiada taranya di alam semesta.
Dalam silanussati, direnungkan sila yang telah dilaksanakan, yang tidak patah, yang tidak ternoda,
yang dipuji oleh para bijaksana, dan menuju pemusatan pikiran.
Dalam caganussati, direnungkan kebajikan berdana yang telah dilaksanakan, yang menyebabkan
musnahnya kekikiran.
Dalam devatanussati, direnungkan makhluk-makhluk agung atau para dewa yang berbahagia, yang
sedang menikmati hasil dari perbuatan baik yang telah dilakukannya.
Dalam marananussati, orang harus merenungkan bahwa pada suatu hari, kematian akan datang
menyongsongku dan makhluk lainnya; bahwa badan ini harus dibagi-bagikan olehku kepada ulat-ulat,
kutu, belatung, dan binatang lainnya yang hidup dengan ini; bahwa tidak ada seorang pun yang
mengetahui kapan, di mana, dan melalui apa orang akan meninggal, serta keadaan yang bagaimana
menungguku setelah kematian.
Dalam kayagatasati, orang merenungkan 32 bagian anggota tubuh, dari telapak kaki ke atas dan dari
puncak kepala ke bawah, yang diselubungi kulit dan penuh kekotoran; bahwa di dalam badan ini
terdapat rambut kepala, bulu badan, kuku, gigi, kulit, daging, urat, tulang, sumsum, ginjal, jantung,
8
hati, selaput dada, limpa, paru-paru, usus, saluran usus, perut, kotoran, empedu, lendir, nanah, darah,
keringat, lemak, air mata, minyak kulit, ludah, ingus, cairan sendi, air kencing, dan otak.
Dalam anapanasati, orang merenungkan keluar masuknya napas. Dengan sadar ia menarik napas,
dengan sadar ia mengeluarkan napas.
Dalam upasamanussati, orang merenungkan Nibbana atau Nirwana yang terbebas dari kekotoran
batin, hancurnya keinginan, putusnya lingkaran tumimbal lahir.
d. Empat appamañña (empat keadaan yang tidak terbatas)
Empat appamañña ini sering disebut juga sebagai Brahma-Vihara (kediaman yang luhur).
Dalam melaksanakan metta-bhavana, seseorang harus mulai dari dirinya sendiri, karena ia
tidak mungkin dapat memancarkan cinta kasih sejati bila ia membenci dan meremehkan dirinya
sendiri. Setelah itu, cinta kasih dipancarkan kepada orang tua, guru-guru, teman-teman laki-laki
dan wanita sekaligus. Akhirnya, yang tersulit adalah memancarkan cinta kasih kepada musuhmusuhnya.
Dalam hal ini mungkin timbul perasaan dendam atau sakit hati. Namun, hendaknya
diusahakan untuk mengatasi kebencian itu dengan merenungkan sifat-sifat yang baik dari
musuhnya dan jangan menghiraukan kejelekan-kejelekan yang ada padanya. Perlu diingat
bahwa kebencian hanya dapat ditaklukkan dengan cinta kasih.
Dalam karuna-bhavana, orang memancarkan belas kasihan kepada orang yang sedang ditimpa
kemalangan, diliputi kesedihan, kesengsaraan, dan penderitaan.
Dalam mudita-bhavana, orang memancarkan perasaan simpati kepada orang yang sedang
bersuka-cita; ia turut berbahagia melihat kebahagiaan orang lain.
Dalam upekkha-bhavana, orang akan tetap tenang menghadapi suka dan duka, pujian dan
celaan, untung dan rugi.
e. Satu aharapatikulasañña (satu perenungan terhadap makanan yang menjijikkan)
Dalam satu aharapatikulasañña, direnungkan bahwa makanan adalah barang yang menjijikkan
bila telah berada di dalam perut; direnungkan bahwa apapun yang telah dimakan, diminum,
dikunyah, dicicipi, semuanya akan berakhir sebagai kotoran (tinja) dan air seni (urine).
Satu catudhatuvavatthana (satu analisa terhadap keempat unsur yang ada di dalam badan
jasmani)
Dalam satu catudhatuvavatthana, direnungkan bahwa di dalam badan jasmani terdapat empat
unsur materi, yaitu :
f.
1. Pathavi-dhatu (unsur tanah atau unsur padat), ialah segala sesuatu yang bersifat keras atau
padat. Umpamanya : rambut kepala, bulu badan, kuku, gigi, dan lain-lain.
9
2. Apo-dhatu (unsur air atau unsur cair), ialah segala sesuatu yang bersifat berhubungan yang
satu dengan yang lain atau melekat. Umpamanya : empedu, lendir, nanah, darah, dan lainlain.
3. Tejo-dhatu (unsur api atau unsur panas), ialah segala sesuatu yang bersifat panas dingin.
Umpamanya : setelah selesai makan dan minum, atau bila sedang sakit, badan akan terasa
panas dingin.
4. Vayo-dhatu (unsur angin atau unsur gerak), ialah segala sesuatu yang bersifat bergerak.
Umpamanya : angin yang ada di dalam perut dan usus, angin yang keluar masuk waktu
bernapas, dan lain-lain.
g. Empat arupa (empat perenungan tanpa materi)
Dalam kasinugaghatimakasapaññati, batin yang telah memperoleh gambaran kasina
dikembangkan ke dalam perenungan ruangan yang tanpa batas sambil membayangkan,
"Ruangan! Ruangan! Tak terbatas ruangan ini!" dan kemudian gambaran kasina dihilangkan.
Jadi, pikiran ditujukan kepada ruangan yang tanpa batas, dipusatkan di dalamnya, dan
menembus tanpa batas.
Dalam akasanancayatana-citta, ruangan yang tanpa batas itu ditembus dengan kesadarannya
sambil merenungkan, "Tak terbataslah kesadaran itu". Ia harus berulang-ulang memikirkan
penembusan ruangan itu dengan sadar, mencurahkan perhatiannya kepada hal tersebut.
Dalam natthibhavapaññati, orang harus mengarahkan perhatiannya pada kekosongan atau
kehampaan dan tidak ada apa-apanya dari kesadaran terhadap ruangan yang tanpa batas itu. Ia
terus menerus merenungkan, "Tidak ada apa-apa di sana! Kosonglah adanya ini".
Dalam akincaññayatana-citta, orang merenungkan keadaan kekosongan sebagai ketenangan
atau kesejahteraan, dan setelah itu ia mengembangkan pencapaian dari sisa unsur-unsur batin
yang penghabisan, yaitu perasaan, pencerapan, bentuk-bentuk pikiran, dan kesadaran sampai
batas kelenyapannya. Jadi, setelah kekosongan itu dicapai, maka kesadaran mengenai
kekosongan itu dilepas, seolah-olah tidak ada pencerapan lagi
2. LIMA MACAM NIVARANA DAN SEPULUH MACAM PALIBODHA
Lima macam nivarana
10
Nivarana berarti rintangan atau penghalang batin yang selalu menghambat perkembangan
pikiran. Nivarana ini ada lima macam, yaitu :
1. Kamachanda (nafsu-nafsu keinginan)
2. Byapada (kemauan jahat)
3. Thina-middha (kemalasan dan kelelahan)
4. Uddhacca-kukkucca (kegelisahan dan kekhawatiran)
5. Vicikiccha (keragu-raguan)
Untuk menaklukkan kelima rintangan tersebut, orang harus mengetahui sebab-sebab
timbulnya nivarana dan berusaha menghindari sebab-sebab itu serta melakukan usaha-usaha
yang dapat melenyapkan nivarana itu.
Nafsu-nafsu keinginan (kamachanda) akan timbul apabila orang berulang-ulang
memperhatikan obyek yang indah, tanpa disertai kebijaksanaan. Untuk membebaskan diri dari
nafsu keinginan, hendaknya orang senantiasa melaksanakan meditasi dengan memakai obyek
yang kotor atau menjijikkan dan berusaha menghindari obyek-obyek yang bisa merangsang,
berusaha untuk menguasai pikiran dan mengendalikan indriya-indriyanya, senantiasa berbicara
tentang kesempurnaan hidup, tentang kepuasan, kesunyian, kebajikan, kebebasan, bebas dari
nafsu-nafsu.
Kemauan jahat (byapada) akan timbul apabila orang berulang-ulang memperhatikan obyek
yang menyebabkan timbulnya kebencian, tanpa disertai kebijaksanaan. Untuk menaklukkan
kemauan jahat hendaknya orang senantiasa melaksanakan meditasi cinta kasih, senantiasa ingat
bahwa setiap orang adalah pemilik dan pewaris dari perbuatannya sendiri.
Kemalasan dan kelelahan (thina-middha) akan timbul apabila orang berulang-ulang
memperhatikan rasa segan, rasa malas, kelelahan, mengantuk sesudah makan, tanpa disertai
kebijaksanaan. Untuk membebaskan diri dari kemalasan dan kelelahan, orang hendaknya
senantiasa merenungkan suatu cahaya sampai terserap ke dalam batin, senantiasa melihat
penderitaan di dalam ketidak-kekalan, senantiasa merenungkan ajaran-ajaran Sang Buddha dan
melaksanakannya dalam kehidupan sehari-hari.
Kegelisahan dan kekhawatiran (uddhacca-kukkucca) akan timbul apabila orang berulangulang
memperhatikan ketidak-tenteraman pikiran, tanpa disertai kebijaksanaan. Untuk
mengatasi kegelisahan dan kekhawatiran, orang hendaknya senantiasa mempelajari dan
memahami kitab suci Tripitaka, serta berusaha melaksanakan sila dengan sempurna.
Keragu-raguan (vicikiccha) akan timbul apabila orang berulang-ulang memperhatikan sesuatu
yang menyebabkan timbulnya keragu-raguan, tanpa disertai kebijaksanaan. Untuk
membebaskan diri dari keragu-raguan, orang hendaknya senantiasa meneguhkan keyakinan pada
Buddha, Dhamma, dan Sangha.
Sepuluh macam palibodha
11
Palibodha berarti gangguan dalam meditasi yang menyebabkan batin gelisah dan tidak
mampu memusatkan pikiran pada obyek. Palibodha ini ada sepuluh macam, yaitu :
1. Avasa (tempat tinggal)
2. Kula (pembantu dan orang yang bertanggung jawab)
3. Labha (keuntungan)
4. Gana (murid dan teman)
5. Kamma (pekerjaan)
6. Addhana (perjalanan)
7. Ñati (orangtua, keluarga, dan saudara)
8. Abadha (penyakit)
9. Gantha (pelajaran)
10. Iddhi (kekuatan gaib)
Dalam melaksanakan meditasi, pada umumnya orang yang bermeditasi sering juga mendapat
gangguan yang disebut palibodha. Ia merasa khawatir akan tempat tinggalnya, terikat dengan
rumahnya. Ia merasa khawatir akan pembantunya dan orang yang bertanggung jawab atas harta
bendanya. Ia merasa khawatir akan persoalannya, apakah meditasi ini akan membawa
keuntungan baginya. Ia merasa khawatir akan murid-murid dan teman-temannya. Ia merasa
khawatir akan pekerjaannya yang belum selesai. Ia merasa khawatir akan perjalanan jauh yang
harus ditempuhnya. Ia merasa khawatir akan orang tuanya, keluarganya, dan saudarasaudaranya.
Ia merasa khawatir akan kemungkinan timbulnya penyakit. Ia merasa khawatir akan
pelajaran yang ditinggalkannya. Ia merasa khawatir akan bermacam-macam kekuatan magis
yang dipertunjukkan, takut akan kemerosotan kekuatan magisnya.
Palibodha ini harus dibasmi, agar orang dapat memusatkan pikiran dengan baik.
3. ENAM MACAM CARITA
Carita berarti sifat, perangai, atau perilaku.
Di dalam Abhidhamma, terdapat pembagian sifat-sifat secara umum yang berdasarkan
atas keadaan batin manusia, yaitu manusia itu dapat dibagi menjadi enam golongan
berdasarkan sifat-sifat yang dimilikinya :
1. Orang yang keras nafsu lobanya atau Ragacarita
2. Orang yang keras kebenciannya atau Dosacarita
3. Orang yang bodoh (dungu) atau Mohacarita
4. Orang yang tebal keyakinannya atau Saddhacarita
5. Orang yang bijaksana (pandai) atau Buddhicarita
6. Orang yang suka melamun atau Vitakkacarita
Orang yang mempunyai ragacarita melaksanakan sesuatu berdasarkan loba, cenderung
ke arah keindahan dan kecantikan, kagum melihat suatu kebajikan walaupun itu kecil
sekali, mudah melupakan kesalahan orang lain, cerdik, sombong, berambisi besar,
mementingkan diri sendiri. Untuk mereka yang mempunyai ragacarita, maka obyek yang
12
baik diambil dalam melaksanakan Samatha Bhavana ialah sepuluh asubha dan satu
kayagatasati.
Orang yang mempunyai dosacarita melaksanakan sesuatu berdasarkan kebencian,
cenderung ke arah panas hati, suka marah, suka jengkel, suka iri hati, tak senang melihat
kesalahan walaupun kecil, tak mau tahu terhadap kebajikan orang lain walaupun besar,
suka bermusuhan, memandang rendah orang lain, suka memerintah dan mendikte orang
lain. Untuk mereka yang mempunyai dosacarita, maka obyek yang baik diambil dalam
melaksanakan Samatha Bhavana ialah empat appamañña dan empat kasina (nila kasina,
pita kasina, lohita kasina, dan odata kasina).
Orang yang mempunyai mohacarita melaksanakan sesuatu berdasarkan kebodohan
batin, cenderung ke arah kelemahan batin, suka bingung, suka ragu-ragu, suka khawatir,
menggantungkan diri pada pendapat orang lain, pikiran ruwet, malas, pendiriannya tidak
tetap, kadang-kadang kukuh memegang suatu pandangan. Untuk mereka yang
mempunyai mohacarita, maka obyek yang baik diambil dalam melaksanakan Samatha
Bhavana ialah anapanasati.
Orang yang mempunyai saddhacarita melaksanakan sesuatu berdasarkan keyakinan,
cenderung ke arah rendah hati, dermawan, jujur, suka menemui orang-orang suci, suka
mendengarkan Dhamma, yakin pada sesuatu yang dianggap baik. Untuk mereka yang
mempunyai saddhacarita, maka obyek yang baik diambil dalam melaksanakan Samatha
Bhavana ialah enam anussati (Buddhanussati, Dhammanussati, Sanghanussati, silanussati,
caganussati, dan devatanussati).
Orang yang mempunyai buddhicarita atau ñanacarita melaksanakan sesuatu
berdasarkan berhati-hati, cenderung ke arah perenungan terhadap Tiga Corak Umum
(Tilakkhana), sering bermeditasi, bersedia mendengarkan omongan orang lain,
mempunyai kawan-kawan yang baik. Untuk mereka yang mempunyai buddhicarita atau
ñanacarita, maka obyek yang baik diambil dalam melaksanakan Samatha Bhavana ialah
marananussati, upasamanussati, aharapatikulasañña, dan catudhatuvavatthana.
Orang yang mempunyai vitakkavcarita melaksanakan sesuatu berdasarkan tergesagesa,
cenderung ke arah kegugupan, kegagalan dalam usaha, suka berteori, pikirannya
sering berkeliaran, tidak suka bekerja untuk kepentingan sosial. Untuk mereka yang
mempunyai vitakkacarita, maka obyek yang cocok untuk melaksanakan Samatha
Bhavana ialah anapanasati.
Penjelasan :
Pathavi kasina, apo kasina, tejo kasina, vayo kasina, aloka kasina, akasa kasina, dan
empat arupa dapat dijadikan obyek meditasi oleh semua orang tanpa memperhatikan
caritanya.
4. TIGA MACAM NIMITTA
13
Nimitta berarti suatu pertanda atau gambaran yang ada hubungannya dengan perkembangan
obyek meditasi. Nimitta ini ada tiga macam, yaitu :
1. Parikamma-Nimitta (gambaran batin permulaan)
2. Uggaha-Nimitta (gambaran batin mencapai)
3. Patibhaga-Nimitta (gambaran batin berlawanan)
Mengenai parikamma-nimitta, gambaran suatu obyek yang diambil dalam meditasi, seperti
patung Buddha, mula-mula dilihat dengan mata, kemudian dibayangkan dalam pikiran. Jadi,
parikamma-nimitta merupakan gambaran atau bentuk dari obyek dalam keadaan yang
sebenarnya. Semua obyek (empat puluh macam obyek meditasi) dapat menghasilkan
parikamma-nimitta.
Mengenai uggaha-nimitta, gambaran suatu obyek yang diambil dalam meditasi dilihat
dengan batin, hingga obyek itu melekat dalam pikiran. Jadi, uggaha-nimitta merupakan
gambaran obyek di dalam batin yang sama dengan bentuk obyek yang dipakai, walaupun mata
telah dipejamkan. Untuk mencapai uggaha-nimitta, semua obyek meditasi dapat dipakai dalam
melaksanakan Samatha Bhavana, yaitu keempat puluh obyek meditasi yang tersebut terdahulu.
Mengenai patibhaga-nimitta, gambaran suatu obyek yang diambil dalam meditasi yang telah
melekat pada pikiran, terpeta dengan nyata, tetap, jernih, jelas, terbebas dari gangguan, dan
gambaran obyek tersebut dapat dibesarkan serta dikecilkan menurut kemauan. Jadi, patibhaganimitta
merupakan gambaran pantulan dari obyek yang dipakai, yang bentuk gambaran itu
berubah menjadi sinar terang di dalam batinnya. Untuk mencapai patibhaga-nimitta, maka
obyek yang harus diambil dalam melaksanakan Samatha Bhavana ialah sepuluh kasina, sepuluh
asubha, satu kayagatasati, dan satu anapanasati.
5. TIGA MACAM BHAVANA
Dalam meditasi, terdapat tiga macam tingkat perkembangan batin, yaitu :
1. Parikamma-Bhavana (perkembangan batin tingkat pendahuluan)
2. Upacara-Bhavana (perkembangan batin tingkat mendekati konsentrasi)
3. Appana-Bhavana (perkembangan batin tingkat terkonsentrasi dengan kuat)
Dalam parikamma-bhavana, pikiran baru akan dipusatkan pada obyek. Semua obyek (empat
puluh macam obyek meditasi) dapat menghasilkan parikamma-bhavana.
Dalam upacara-bhavana, pikiran telah siap untuk memasuki pemusatannya, dan mulai
timbulnya patibhaga-nimitta. Dalam keadaan ini, nivarana telah dapat diatasi. Namun
konsentrasi pikiran masih belum mantap. Hal ini dapat disamakan dengan anak kecil yang baru
belajar berdiri, namun masih belum mantap, sering jatuh, tetapi ia terus berusaha. Untuk
mencapai upacara-bhavana, obyek yang harus diambil dalam melaksanakan Samatha Bhavana
ialah delapan anussati (Buddhanussati, Dhammanussati, Sanghanussati, silanussati, caganussati,
devatanussati, marananussati, upasamanussati), satu aharapatikulasanna, dan satu
catudhatuvavatthana.
Dalam appana-bhavana, pikiran telah dapat tinggal diam dalam jangka waktu yang lama,
menurut yang dikehendakinya, karena konsentrasi yang penuh dan mantap telah tercapai.
14
Keadaan ini dapat diumpamakan sebagai orang yang telah dewasa yang telah dapat berdiri
dengan kuat, tak jatuh-jatuh lagi. Di samping nivarana telah dapat diatasi, maka faktor-faktor
jhana juga mulai timbul berperanan (vitakka, vicara, piti, sukha, dan ekaggata). Obyek-obyek
yang dapat dipakai untuk mencapai appana-bhavana ialah sepuluh kasina, sepuluh asubha, satu
kayagatasati, satu anapanasati, empat appamañña, dan empat arupa
6. PENGERTIAN JHANA
Jhana berarti kesadaran/pikiran yang memusat dan melekat kuat pada obyek
kammatthana/meditasi, yaitu kesadaran/pikiran terkonsentrasi pada obyek dengan kekuatan
appana-samadhi (konsentrasi yang mantap, yaitu kesadaran/pikiran terkonsentrasi pada obyek
yang kuat).
Jhana merupakan keadaan batin yang sudah di luar aktivitas panca indera. Keadaan ini hanya
dapat dicapai dengan usaha yang ulet dan tekun. Dalam keadaan ini, aktivitas panca indera
berhenti, tidak muncul kesan-kesan penglihatan maupun pendengaran, pun tidak muncul
perasaan badan jasmani. Walaupun kesan-kesan dari luar telah berhenti, batin masih tetap aktif
dan berjaga secara sempurna serta sadar sepenuhnya.
Jhana hanya mampu menekan atau mengendapkan kekotoran batin untuk sementara waktu. Ia
tidak dapat melenyapkan kekotoran batin. Sewaktu-waktu jhana dapat merosot, karena jhana
tidak kekal.
FAKTOR-FAKTOR JHANA
Di dalam memasuki jhana-jhana, timbullah faktor-faktor jhana yang memberi corak dan
suasana bagi tiap-tiap jhana itu. Faktor-faktor jhana tersebut ada lima macam, yaitu :
1. Vitakka, ialah penopang pikiran yang merupakan perenungan permulaan untuk memegang
obyek.
2. Vicara, ialah gema pikiran, keadaan pikiran dalam memegang obyek dengan kuat.
3. Piti, ialah kegiuran atau kenikmatan.
4. Sukha, ialah kebahagiaan yang tak terhingga.
7.
5. Ekaggata, ialah pemusatan pikiran yang kuat.
15
Vitakka dan vicara adalah dua keadaan dari suatu proses yang berkelanjutan. Kedua keadaan
ini dapat diumpamakan seperti bunyi lonceng. Pada waktu lonceng dipukul sekali, maka akan
terjadi bunyi yang bergema. Bunyi lonceng pada saat terkena pukulan merupakan vitakka,
sedangkan gema dari bunyi lonceng itu merupakan vicara. Demikian pula ketika bermeditasi.
Suasana pikiran pada saat permulaan memegang obyek disebut vitakka, sedangkan suasana
pikiran yang telah berhasil memegang obyek dengan kuat disebut vicara.
Mengenai piti, sebenarnya secara terperinci terdapat lima macam. Namun, kiranya di sini tidak
begitu perlu diuraikan.
Antara piti dan sukha terdapat pula perbedaan perasaan yang khas seperti berikut. Apabila
seseorang yang sedang dalam suatu perjalanan merasa sangat haus, dan kemudian ia menemukan
sebuah sumber air, maka ia akan merasa gembira, senang, dan tergiur melihatnya. Perasaan ini
merupakan piti, karena di sini kegiuran timbul akibat keterbatasan dari tekanan perasaan.
Selanjutnya, setelah ia meminum air itu, maka perasaan berobah menjadi nikmat dan segar.
Perasaan ini merupakan sukha.
Dalam ekaggata, pikiran telah terpusat pada obyek dengan kuat, sehingga kekotoran batin tidak
mampu mengganggu lagi.
Vikkhambhana-Pahana adalah pembasmian nivarana dengan kekuatan jhana, yaitu dengan
mengendapkan kekotoran batin. Selama jhana masih ada, selama itu pula nivarana tidak timbul.
Tetapi, bila jhana merosot, maka nivarana akan timbul lagi.
Jhana merupakan alat pembasmi nivarana, yaitu vitakka membasmi thina-middha, vicara
membasmi vicikiccha, piti membasmi byapada, sukha membasmi uddhacca-kukkucca, dan
ekaggata membasmi kamachanda.
TINGKAT-TINGKAT JHANA
Menurut Sutta Pitaka, terdapat delapan tingkat jhana, yaitu empat rupa jhana dan empat arupa
jhana, sedangkan menurut Abhidhamma, terdapat sembilan tingkat jhana, yaitu lima rupa jhana
dan empat arupa jhana. Dalam Abhidhamma, tingkatan rupa jhana ada lima, karena hal ini
disesuaikan menurut keadaan, menurut bagian, dan jumlah kesadaran yang berada dalam
rupavacara-citta, sebab kesadaran dari manda-puggala (orang yang tidak cerdas) tidak dapat
melihat kekotoran dari vitakka dan vicara kedua-duanya ini sekaligus dalam waktu yang sama,
hanya dapat membuang 'keadaan batin' satu persatu, yaitu dutiya-jhana membuang vitakka, dan
tatiya-jhana membuang vicara. Tetapi, tikkha-puggala (orang yang cerdas) mampu menyelidiki
dan melihat kekotoran dari vitakka dan vicara sekaligus dalam waktu yang sama, dan membuang
vitakka dan vicara sekaligus. Karena itu, dalam Sutta Pitaka, tingkatan rupa jhana ada empat.
Tingkatan jhana, menurut Abhidhamma, terdiri atas :
8.
1. Pathama-Jhana, ialah jhana tingkat pertama.
Keadaan batinnya terdiri dari lima corak, yaitu vitakka, vicara, piti, sukha, dan ekaggata.
16
2. Dutiya-Jhana, ialah jhana tingkat kedua.
Keadaan batinnya terdiri dari empat corak, yaitu vicara, piti, sukha, dan ekaggata.
3. Tatiya-Jhana, ialah jhana tingkat ketiga.
Keadaan batinnya terdiri dari tiga corak, yaitu, piti, sukha, dan ekaggata.
4. Catuttha-Jhana, ialah jhana tingkat keempat.
Keadaan batinnya terdiri dari dua corak, yaitu sukha dan ekaggata.
5. Pancama-Jhana, ialah jhana tingkat kelima.
Keadaan batinnya terdiri dari dua corak, yaitu upekkha dan ekaggata.
6. Akasanancayatana-Jhana, ialah keadaan dari konsepsi ruangan yang tanpa batas.
7. Viññanancayatana-Jhana, ialah keadaan dari konsepsi kesadaran yang tak terbatas.
8. Akincaññayatana-Jhana, ialah keadaan dari konsepsi kekosongan.
9. Nevasaññanasaññayatana-Jhana, ialah keadaan dari konsepsi bukan pencerapan pun tidak
bukan pencerapan.
Tingkatan jhana, menurut Sutta Pitaka, terdiri atas :
1. Pathama-Jhana, ialah jhana tingkat pertama, dimana nivarana telah dapat diatasi dengan
seksama. Faktor-faktor jhana yang timbul adalah vitakka, vicara, piti, sukha, dan ekaggata.
2. Dutiya-Jhana, ialah jhana tingkat kedua, dimana vitakka dan vicara mulai lenyap, karena
kedua faktor ini bersifat kasar untuk jhana kedua. Faktor-faktor jhana yang masih ada adalah
piti, sukha, dan ekaggata.
3. Tatiya-Jhana, ialah jhana tingkat ketiga, dimana piti mulai lenyap, karena piti ini masih
terasa kasar untuk jhana ketiga. Faktor-faktor jhana yang masih ada adalah sukha dan
ekaggata.
4. Catuttha-Jhana, ialah jhana tingkat keempat, dimana sukha mulai lenyap, karena faktor ini
masih terasa kasar untuk jhana keempat. Di dalam jhana keempat ini hanya ada faktor
ekaggata dan ditambah dengan upekkha (keseimbangan batin).
5. Akasanancayatana-Jhana.
6. Viññanancayatana-Jhana.
7. Akincaññayatana-Jhana.
8. Nevasaññanasaññayatana-Jhana.
17
Untuk mencapai pathama-jhana, obyek yang harus diambil dalam melaksanakan Samatha
Bhavana ialah sepuluh asubha dan satu kayagatasati.
Untuk mencapai dutiya-jhana, tatiya-jhana, dan catuttha-jhana, obyek yang harus diambil
dalam melaksanakan Samatha Bhavana ialah tiga appamañña (metta, karuna, dan mudita).
Untuk mencapai pancama-jhana, obyek yang harus diambil dalam melaksanakan Samatha
Bhavana ialah satu upekkha.
Untuk mencapai empat arupa jhana, obyek yang harus diambil dalam melaksanakan Samatha
Bhavana ialah empat arupa.
Penjelasan :
Sepuluh kasina dan satu anapanasati dapat dijasikan obyek meditasi oleh semua orang untuk
mencapai lima rupa jhana.
LIMA MACAM VASI
Vasi berarti keahlian atau kemahiran atau kemampuan untuk mengolah jhana.
Jika seseorang telah mencapai jhana tingkat pertama (pathama-jhana), kemudian ia ingin
mencapai jhana-jhana tingkat selanjutnya, maka ia harus mempunyai lima macam vasi.
Kelima macam vasi tersebut ialah :
1. Avajjana-vasi, yaitu keahlian dalam pemikiran untuk memasuki jhana menurut kehendaknya.
2. Samapajjana-vasi, yaitu keahlian dalam memasuki jhana.
3. Adhitthana-vasi, yaitu keahlian dalam menentukan berapa lama hendak berada dalam jhana.
4. Vutthana-vasi, yaitu keahlian dalam 'keluar' dari jhana.
9.
5. Paccavekkhana-vasi, yaitu keahlian dalam meninjauan terhadap jhana.
10. ENAM MACAM ABHIÑÑA
Abhiñña berarti kemampuan atau kekuatan batin yang luar biasa, atau tenaga batin.
Abhiñña akan timbul dalam diri orang yang telah mencapai jhana-jhana, dimana jhana tingkat
keempat (catuttha-jhana) merupakan dasar untuk timbulnya abhiñña ini. Namun, hal ini juga
tergantung pada kusala-kamma (perbuatan baik) dari kehidupan yang lampau. Mengenai obyek
meditasi yang dapat menimbulkan abhiñña ialah hanya sepuluh kasina.
18
Abhiñña itu ada enam macam dan dapat dibagi atas dua kelompok besar, yaitu abhiñña yang
duniawi atau lokiya dan abhiñña yang di atas duniawi atau lokuttara.
Abhiñña yang duniawi (lokiya-abhiñña) terdiri atas lima macam, yaitu :
Iddhividhañana, sering disebut sebagai kekuatan gaib atau kekuatan magis atau kesaktian. Ini
terbagi lagi atas beberapa macam, yaitu :
a. Adhitthana-iddhi, ialah kemampuan untuk mengubah diri dari satu menjadi banyak atau dari
banyak menjadi satu.
b. Vikubbana-iddhi, ialah kemampuan untuk berubah bentuk, seperti menjadi anak kecil, raksasa,
ular, atau membuat diri menjadi tak tampak.
c. Manomaya-iddhi, ialah kemampuan mencipta dengan menggunakan pikiran, seperti
menciptakan istana, taman, harimau, wanita cantik, dan lain-lain.
d. Ñanavipphara-iddhi, ialah kemampuan untuk menembus ajaran melalui pengetahuan.
Samadhivipphara-iddhi, ialah kemampuan memencarkan melalui konsentrasi, yaitu :
- kemampuan menembus dinding, pagar, gunung.
- Kemampuan menyelam ke dalam bumi bagaikan menyelam ke dalam air.
- Kemampuan berjalan di atas air bagaikan berjalan di atas tanah yang padat.
- Kemampuan terbang di angkasa seperti burung.
- Kemampuan melawan api.
- Kemampuan menyentuk bulan dan matahari dengan tangannya.
1.
e.
- Kemampuan memanjat puncak dunia sampai ke alam Brahma.
2. Dibbasotañana (telinga dewa), ialah kemampuan untuk mendengar suara-suara dari alam lain,
yang jauh maupun yang dekat.
3. Cetopariyañana atau paracittavijañana, ialah kemampuan untuk membaca pikiran makhluk lain.
4. Dibbacakkhuñana atau cutupapatañana (mata dewa), ialah kemampuan untuk melihat alam-alam
halus dan muncul lenyapnya makhluk-makhluk yang bertumimbal lahir sesuai dengan karmanya
masing-masing.
5. Pubbenivasanussatiñana, ialah kemampuan untuk mengingat tumimbal lahir yang lampau dari diri
sendiri dan orang lain.
Abhiñña yang di atas duniawi (lokuttara-abhiñña) hanya ada satu macam, yaitu asavakkhayañana,
ialah kemampuan untuk memusnahkan kekotoran batin. Pemusnahan kekotoran batin ini akan
membimbing ke arah kesucian tertinggi atau arahat.
Perlu diingat bahwa tujuan umat Buddha bukanlah untuk mendapatkan kegaiban dan mujijat yang
aneh-aneh dan luar biasa. Sang Buddha tidak membenarkan siswa-siswaNya melakukan sesuatu yang
ajaib dan mujijat, karena perbuatan demikian itu tidak akan mempertinggi martabat mereka di mata
orang lain. Lagipula kegaiban itu bukanlah merupakan hal yang penting dalam mencari kebebasan
(Nibbana).
19
VIPASSANA BHAVANA
EMPAT MACAM SATIPATTHANA
Dalam melaksanakan Vipassana Bhavana, obyeknya adalah nama dan rupa (batin dan materi),
atau pancakhandha (lima kelompok faktor kehidupan). Ini dilakukan dengan memperhatikan gerakgerik
nama dan rupa terus menerus, sehingga dapat melihat dengan nyata bahwa nama dan rupa itu
dicengkeram oleh anicca (ketidak-kekalan), dukkha (derita), dan anatta (tanpa aku).
Pancakkhandha (lima kelompok faktor kehidupan) terdiri atas :
rupa-khandha (kelompok jasmani), vedana-khandha (kelompok perasaan), sañña-khandha
(kelompok pencerapan), sankhara-khandha (kelompok bentuk pikiran), dan viññana-khandha
(kelompok kesadaran). Sesungguhnya, yang disebut pancakkhandha itu adalah makhluk.
Empat macam satipatthana (empat macam perenungan) terdiri atas :
kaya-nupassana (perenungan terhadap badan jasmani), vedana-nupassana (perenungan terhadap
perasaan), citta-nupassana (perenungan terhadap pikiran), dan Dhamma-nupassana (perenungan
terhadap bentuk-bentuk pikiran).
Empat macam satipatthana itu adalah pancakkhandha, atau nama dan rupa itu sendiri. Kaya
nupassana adalah rupa-khandha. Vedana-nupassana adalah vedana-khandha. Citta-nupassana
adalah Viññana-khandha. Dhamma-nupassana adalah pancakkhandha.
Sesungguhnya, yang akan berkembang dalam latihan Vipassana itu ialah perhatian yang tajam
dan kesadaran yang kuat.
1.
1. Kaya-nupassana (perenungan terhadap badan jasmani).
Salah satu contoh yang paling populer dan praktis tentang meditasi dengan obyek badan jasmani
ialah anapanasati (menyadari keluar dan masuknya napas). Dalam anapanasati ini, tidak ada
tekanan atau paksaan pada pernapasan. Panjang atau pendeknya pernapasan harus disadari, tetapi
tidak dibuat-buat atau sengaja diatur. Jadi, bernapas secara biasa dan wajar.
Walaupun menurut kebiasaan , kesadaran terhadap pernapasan itu pada tingkat permulaan
dianggap sebagai obyek untuk meditasi ketenangan (Samatha Bhavana), yaitu untuk
mengembangkan jhana-jhana, ia juga sangat berguna untuk mengembangkan Pandangan Terang
(Vipassana Bhavana). Dalam pernapasan, yang dipakai sebagai suatu obyek perhatian murni, naik
turunnya gelombang kehidupan yang tidak kekal, yang timbul tenggelam ini, dapat disadari dengan
mudah.
Cara meditasi lain yang penting, praktis, dan berguna ialah sadar dan waspada terhadap segala
sesuatu yang dilakukan, ketika berjalan, berdiri, duduk, atau berbaring, sewaktu membungkukkan
20
dan melencangkan badan, sewaktu melihat ke muka dan ke belakang, ketika berpakaian, makan,
dan minum, ketika buang kotoran dan kencing, ketika berbicara atau berdiam diri.
Di sini tidak dijalankan penyiksaan badan jasmani dengan maksud untuk mengendalikan badan.
Tetapi dipergunakan jalan tengah yang sederhana, dengan menyadari timbul dan tenggelamnya
bentuk kehidupan setiap saat.
2. Vedana-nupassana (perenungan terhadap perasaan).
Di sini direnungkan perasaan yang sedang dialami secara obyektif, baik perasaan senang,
perasaan tidak senang, maupun perasaan yang acuh tak acuh. Direnungkan keadaan perasaan yang
sebenarnya, bagaimana ia timbul, berlangsung, dan kemudian lenyap kembali.
Perasaan harus dikendalikan oleh akal dan kebijaksanaan, agar perasaan itu tidak
membangkitkan bermacam-macam bentuk emosi. Apabila perasaan telah dapat diatasi dengan
tepat, maka batin menjadi bebas, tidak terikat oleh apapun di dalam dunia ini.
3. Citta-nupassana (perenungan terhadap pikiran).
Di sini direnungkan segala gerak-gerik pikiran. Apabila pikiran sedang dihinggapi hawa nafsu
atau terbebas daripadanya, maka hal itu harus disadari.
Pikiran harus diarahkan pada kenyataan hidup pada saat ini. Masalah-masalah yang telah lewat
atau hal-hal yang akan datang tidak boleh dipikirkan pada saat ini. Betapa banyak tenaga yang
terbuang dengan percuma karena melamunkan keadaan-keadaan yang telah lalu dan
mengkhayalkan keadaan yang akan datang. Jadi, keadaan pikiran yang sebenarnya harus diamatamati,
agar batin menjadi bebas dan tidak terikat.
4. Dhamma-nupassana (perenungan terhadap bentuk-bentuk pikiran).
Di sini direnungkan bentuk-bentuk pikiran dengan sewajarnya, direnungkan bentuk-bentuk pikiran
dari lima macam rintangan (nivarana), direnungkan bentuk-bentuk pikiran dari lima kelompok
faktor kehidupan (pancakkhandha), direnungkan bentuk-bentuk pikiran dari enam landasan indriya
dalam dan luar (dua belas ayatana), direnungkan bentuk-bentuk pikiran dari tujuh faktor
Penerangan Agung (Satta Bojjhanga), dan direnungkan bentuk-bentuk pikiran dari Empat
Kesunyataan Mulia (Cattari Ariya Saccani).
Cara merenungkan bentuk-bentuk pikiran dari lima macam rintangan (nivarana) ialah bahwa
apabila di dalam diri orang yang bermeditasi timbul nafsu keinginan, kemauan jahat, kemalasan
dan kelelahan, kegelisahan dan kekhawatiran, atau keragu-raguan, maka hal itu harus disadari.
Demikian pula apabila nivarana itu tidak ada di dalam dirinya, maka hal itu pun harus disadari. Ia
tahu bagaimana bentuk-bentuk pikiran itu datang dan timbul. Ia tahu bagaimana sekali timbul,
bentuk-bentuk pikiran itu ditaklukkan. Ia tahu bahwa sekali ditaklukkan, bentuk-bentuk pikiran itu
tidak akan timbul lagi kemudian.
Cara merenungkan bentuk-bentuk pikiran dari lima kelompok faktor kehidupan
(pancakkhandha) ialah dengan menyadari bahwa inilah bentuk jasmani, inilah perasaan, inilah
21
pencerapan, inilah bentuk pikiran, inilah kesadaran. Ia tahu bagaimana caranya timbul dan
bagaimana caranya lenyap.
Cara merenungkan bentuk-bentuk pikiran dari enam landasan indriya dalam dan luar (dua bleas
ayatana) ialah dengan menyadari bahwa inilah mata dan obyek bentuk, inilah telinga dan obyek
suara, inilah hidung dan obyek bau, inilah lidah dan obyek kecapan, inilah badan dan obyek
sentuhan, inilah pikiran dan obyek pikiran. Ia tahu akan belenggu-belenggu yang timbul dalam
hubungan dengan semua itu. Ia tahu bagaimana cara menaklukkan belenggu-belenggu itu. Ia tahu
bagaimana caranya supaya belenggu yang telah dibuang itu tidak timbul lagi kemudian.
Cara merenungkan bentuk-bentuk pikiran dari tujuh faktor Penerangan Agung (Satta Bojjhanga)
ialah apabila di dalam diri orang yang bermeditasi timbul kesadaran (sati), penyelidikan Dhamma
yang mendalam (Dhamma-Vicaya), tenaga (viriya), kegiuran (piti), ketenangan (passadhi),
pemusatan pikiran (samadhi), atau keseimbangan (upekkha), maka hal itu harus disadari. Ia tahu
bilamana keadaan-keadaan ini tidak ada di dalam dirinya. Ia tahu bagaimana cara timbulnya, dan
bagaimana cara mengembangkannya dengan sempurna.
Cara merenungkan bentuk-bentuk pikiran dari Empat Kesunyataan Mulia (Cattari Ariya
Saccani) ialah dengan menyadari berdasarkan kesunyataan bahwa inilah penderitaan, inilah asal
mula dari penderitaan, inilah pemadaman dari penderitaan, inilah jalan menuju pemadaman dari
penderitaan. Ia merenungkan masalah-masalah yang timbul dan hancur dari bentuk-bentuk pikiran.
Akhirnya, ia hidup bebas tanpa ikatan dalam dunia ini.
SEPULUH MACAM VIPASSANUPAKILESA
Vipassanupakilesa berarti kekotoran batin atau rintangan yang menghambat perkembangan
Pandangan Terang, di dalam melaksanakan Vipassana Bhavana. Vipassanupakilesa ini ada
sepuluh macam, yaitu :
1. Obhasa, ialah sinar-sinar yang gemerlapan, yang bentuk dan keadaannya bermacam-macam,
yang kadang-kadang merupakan pemandangan yang menyenangkan.
Piti, ialah kegiuran, yang merupakan perasaan yang nyaman dan nikmat. Piti ini ada lima
macam menurut keadaannya, yaitu :
a. Khudaka Piti, ialah kegiuran yang kecil, yang suasananya seperti bulu badan yang
terangkat atau merinding.
b. Khanika Piti, ialah kegiuran yang sepintas lalu menggerakkan badan.
c. Okkantika Piti, ialah kegiuran yang menyeluruh, yang suasananya meriang di seluruh
badan, seperti ombak laut memecah di pantai.
d. Ubbonga Piti, ialah kegiuran yang mengangkat, yang suasananya seolah-olah mengangkat
badan naik ke udara.
2.
e. Pharana Piti, ialah kegiuran yang menyerap seluruh badan, yang suasananya seluruh
badan seperti terserap oleh perasaan yang menakjubkan.
2.
3. Passadi, ialah ketenangan batin, yang seolah-olah orang telah mencapai penerangan sejati.
22
4. Sukha, ialah perasaan yang berbahagia, yang seolah-olah orang telah bebas dari penderitaan.
5. Saddha, ialah keyakinan yang kuat dan harapan agar setiap orang juga seperti dirinya.
6. Paggaha, ialah usaha yang terlalu giat, yang lebih daripada semestinya.
7. Upatthana, ialah ingatan yang tajam, yang sering timbul dan mengganggu perkembangan
kesadaran, karena tidak memperhatikan saat yang sekarang ini.
8. Ñana, ialah pengetahuan yang sering timbul dan mengganggu jalannya praktek meditasi.
9. Upekkha, ialah keseimbangan batin, dimana pikiran tidak mau bergerak untuk menyadari
proses-proses yang timbul
10. Nikanti, ialah perasaan puas terhadap obyek-obyek.
Sepuluh macam vipassanupakilesa ini biasanya timbul dalam perkembangan Sammasana-Ñana,
yaitu ñana yang ketiga.
EMPAT MACAM VIPALLASA-DHAMMA
Vipallasa-Dhamma berarti kekhayalan, atau kepalsuan, atau kekeliruan yang berkenaan dengan
paham yang menganggap suatu kebenaran sebagai suatu kesalahan dan kesalahan sebagai suatu
kebenaran. Vipallasa-Dhamma ini ada empat macam dan dapat dibasmi dengan melaksanakan
empat macam Satipatthana.
Keempat macam Vipallasa-Dhamma itu ialah :
1. Subha-Vipallasa, yaitu kekeliruan dari pencerapan, pikiran, dan pandangan, yang
menganggap sesuatu yang tidak cantik sebagai cantik. Subha-Vipallasa ini dapat dibasmi
dengan melaksanakan kaya-nupassana.
2. Sukha-Vipallasa, yaitu kekeliruan dari pencerapan, pikiran, dan pandangan, yang
menganggap sesuatu yang derita sebagai bahagia. Sukha_Vipallasa ini dapat dibasmi dengan
melaksanakan vedana-nupassana.
3. Nicca-Vipallasa, yaitu kekeliruan dari pencerapan, pikiran, dan pandangan, yang menganggap
sesuatu yang tidak kekal sebagai kekal. Nicca-Vipallasa ini dapat dibasmi dengan
melaksanakan citta-nupassana.
3.
4. Atta-Vipallasa, yaitu kekeliruan dari pencerapan, pikiran, dan pandangan, yang menganggap
sesuatu yang tanpa aku sebagai aku. Atta-Vipallasa ini dapat dibasmi dengan melaksanakan
Dhamma-nupassana.
4. ENAM BELAS MACAM ÑANA
Ñana berarti pengetahuan. Apabila orang tekun melaksanakan Vipassana Bhavana, maka akan
berkembanglah ñana di dalam dirinya. Ñana itu ada enam belas macam, yaitu :
23
1. Nama-Rupa Pariccheda Ñana, ialah pengetahuan mengenai perbedaan nama (batin) dan rupa
(materi).
2. Paccaya Pariggaha Ñana, ialah pengetahuan mengenai hubungan sebab dan akibat dari nama
dan rupa.
3. Sammasana Ñana, ialah pengetahuan yang menunjukkan nama dan rupa sebagai Tilakkhana
(Tiga Corak Umum), yaitu anicca (ketidak-kekalan), dukkha (derita), anatta (tanpa aku).
4. Udayabbaya Ñana, ialah pengetahuan mengenai timbul dan lenyapnya nama dan rupa.
5. Bhanga Ñana, ialah pengetahuan mengenai peleburan/pelenyapan nama dan rupa.
6. Bhaya Ñana, ialah pengetahuan mengenai ketakutan yang berkenaan dengan sifat nama dan
rupa.
7. Adinava Ñana, ialah pengetahuan mengenai kesedihan yang berkenaan dengan sifat nama dan
rupa.
8. Nibbida Ñana, ialah pengetahuan mengenai keengganan yang berkenaan dengan sifat nama
dan rupa.
9. Muncitukamyata Ñana, ialah pengetahuan mengenai keinginan untuk mencapai kebebasan.
10. Patisankha Ñana, ialah pengetahuan mengenai penglihatan akan jalan yang menuju
kebebasan, yang menimbulkan keputusan untuk berlatih terus dengan bersemangat.
11. Sankharupekkha Ñana, ialah pengetahuan mengenai keseimbangan tentang semua bentukbentuk
kehidupan.
12. Anuloma Ñana, ialah pengetahuan mengenai penyesuaian diri dengan Ariya-Sacca (Empat
Kesunyataan Mulia), sebagai persiapan untuk memasuki magga (Jalan), mencapai phala
(hasil) dari magga itu, dan mendekati Nirvana, dengan melalui anicca, dukkha, dan anatta.
13. Gotrabhu Ñana, ialah pengetahuan mengenai pemotongan atau pemutusan keadaan duniawi,
dan Nirvana sebagai obyek dari pikiran.
14. Magga Ñana, ialah pengetahuan mengenai penembusan terhadap magga, dimana kilesa atau
kekotoran batin telah dilenyapkan.
15. Phala Ñana, ialah pengetahuan mengenai pembabaran phala yang merupakan hasil dari
penembusan terhadap magga, dan Nirvana sebagai obyek batinnya.
16. Paccavekkhana Ñana, ialah pengetahuan mengenai peninjauan terhadap sisa-sisa kilesa atau
kekotoran batin yang masih ada.
Enam belas macam ñana tersebut di atas diuraikan agak terperinci seperti di bawah ini.
1. Nama-Rupa Pariccheda Ñana
Dengan memiliki ñana ini, seseorang dapat membedakan nama dari rupa dan rupa dari nama.
Umpamanya, dalam melaksanakan Vipassana Bhavana, naik dan turunnya rongga perut ketika
bernapas adalah rupa, sedangkan pikiran yang mengetahui proses itu adalah nama. Gerakan kaki
ketika berjalan adalah rupa, sedangkan kesadaran terhadapa hal itu adalah nama.
24
Mengenai membedakan nama dan rupa yang berkenaan dengan panca-indera, dapat dijelaskan
sebagai berikut :
a. Dalam melihat bentuk atau warna, bentuk atau warna itu adalah rupa, dan kesadaran terhadap hal
itu adalah nama.
b. Dalam mendengar bunyi, bunyi itu adalah rupa, dan kesadaran terhadap hal itu adalah nama.
c. Dalam mencium bau, bau itu adalah rupa, dan kesadaran terhadap hal itu adalah nama.
d. Dalam mencicipi sesuatu, rasa itu adalah rupa, dan kesadaran terhadap hal itu adalah nama.
e. Dalam menyentuh suatu benda yang dingin, panas, keras, atau lunak, benda itu adalah rupa, dan
kesadaran terhadap hal itu adalah nama.
Jadi, kesimpulannya ialah bahwa seluruh badan ini adalah rupa, dan pikiran adalah nama. Yang ada
hanya rupa dan nama. Tak ada sesuatu yang disebut makhluk, tak ada pribadi, aku, dia, dan lainlainnya.
2. Paccaya Pariggaha Ñana
Dalam beberapa hal, rupa merupakan sebab, dan nama merupakan akibat. Jadi, kalau rongga perut
naik, maka kesadaran akan mengikutinya. Namun, dalam hal lain, nama merupakan sebab, dan rupa
merupakan akibat. Jadi, kalau pikiran bergerak, maka gerak jasmani akan mengikutinya. Keinginan
duduk merupakan sebab, dan duduk adalah akibatnya.
Rongga perut mungkin naik, tetapi tidak ada turun. Rongga perut mungkin turun dengan keras dan
tinggal diam dalam keadaan itu. Naik turunnya rongga perut hilang, tetapi kalau dirasakan dengan
tangan, proses itu masih tetap ada.
Sewaktu-waktu ada perasaan yang sangat tertekan dan kadang-kadang agak kurang, atau merasa diri
tidak berhasil. Sering diganggu oleh pemandangan atau khayalan, seperti binatang liar, gununggunung,
dan lain-lain.
Naik turunnya perut dan bekerjanya proses kesadaran itu berlangsung dengan teratur. Kadangkadang
orang dapat terkejut, bergoyang ke muka atau ke belakang. Akhirnya, orang dapat merasakan
bahwa kehidupan yang lampau, yang sekarang, dan yang akan datang hanya terbentuk dari rangkaian
sebab dan akibat, dan hanya terdiri atas nama dan rupa.
3. Sammasana Ñana
Dengan memiliki ñana ini, seseorang dapat merasakan nama dan rupa melalui panca-indera sebagai
Tilakkhana (Tiga Corak Umum), yaitu, Anicca (ketidak-kekalan), Dukkha (derita), dan Anatta (tanpa
aku).
Gerak naiknya perut dan gerak turunnya perut ada tiga bagian, yaitu upada (terjadi), thiti
(berlangsung), dan bhanga (lenyap). Naik turunnya perut dapat lenyap sebentar atau dalam waktu yang
lama. Pernapasan dapat berlangsung cepat, pelan, halus, atau tertahan.
25
Timbul perasaan tertekan, yang hanya dapat lenyap setelah disadari beberapa kali dengan perlahanlahan.
Pikiran menjadi kacau, yang memperlihatkan adanya kesadaran terhadap Tilakkhana itu.
4. Udayabbaya Ñana
Dengan memiliki ñana ini, seseorang dapat menyadari bahwa gerakan naik turunnya perut itu terdiri
atas dua, tiga, empat, lima, atau enam tingkat.
Naik dan turunnya perut lenyap berselang-seling. Berbagai perasaan lenyap setelah disadari
beberapa kali. Terlihat cahaya yang terang, seperti lampu listrik.
Permulaan dan pengakhiran dari gerakan naik turunnya perut lebih terasa. Akhirnya, orang akan
merasakan bahwa ketika pernapasan berhenti pada waktu beristirahat yang berulang-ulang, badan
seperti jatuh ke dalam jurang yang sangat dalam, atau terbang dengan pesawat terbang, atau naik
dengan lift, tetapi sebenarnya badan masih tetap diam dan tak bergerak.
5. Bhanga Ñana
Pengakhiran dari gerak naik turunnya perut lebih terasa. Naik turunnya perut terasa samar-samar,
terasa lenyap, dan kadang-kadang terasa tidak ada apa-apa.
Gerakan naik turun dan kesadaran/pikiran (citta) terasa seolah-olah lenyap. Pertama-tama, rupa
(materi/jasmani) yang mengendap, tetapi citta masih bergema. Kemudian, gerakan naik turun segera
lenyap, demikian pula kesadarannya. Jadi, citta dan obyeknya lenyap bersama-sama.
Terasa panas seluruh badan. Terasa diri seperti ditutupi dengan jaring. Segala sesuatu kelihatannya
seolah-olah dalam suasana yang penuh kesuraman, sangat kabur, dan remang-remang. Kalau melihat
pada langit, seolah-olah ada getaran-getaran di udara. Gerakan naik dan turun sekonyong-konyong
berhenti dan sekonyong-konyong timbul lagi.
6. Bhaya Ñana
Timbul perasaan takut, tetapi tidak seperti takut ketika melihat hantu atau setan. Tidak merasa
bahagia, senang, gembira, atau nikmat. Terasa sakit pada urat-urat syaraf, terutama pada waktu
berjalan atau berdiri.
Terdapat bahaya dari perubahan-perubahan yang terus menerus di dalam semua bentuk kehidupan.
Semua bagian dari benda-benda ini menakutkan. Nama dan rupa yang dianggap sebagai sesuatu yang
bagus atau indah, sebenarnya tidak mempunyai inti-sari, dan kosong sama sekali. Setelah nama dan
rupa lenyap, tidak ada lagi yang menimbulkan rasa takut.
7. Adinava Ñana
Gerakan naik turun menghilang sedikit demi sedikit, dan kelihatannya hanya samar-samar dan
suram. Nama dan rupa muncul dengan cepatnya, tetapi dapat juga disadari.
Diri terasa buruk, jelek, dan membosankan. Semua bentuk batin dan fisik menyedihkan.
26
8. Nibbida Ñana
Semua obyek kelihatan membosankan dan jelek. Terasa seperti malas, tetapi kemampuan untuk
mengenal atau menyadari sesuatu masih berjalan dengan baik. Tak ada keinginan untuk bertemu atau
bercakap-cakap dengan orang lain, dan lebih senang tinggal di kamar sendiri saja.
Orang merasa bahwa keinginan-keinginan atau cita-citanya yang dahulu, seperti kemasyhuran,
kemewahan, kemegahan, dan lain-lainnya tidak lagi merupakan kesenangan dan kegembiraan, bahkan
berubah menjadi kebosanan setelah menyadari sendiri bahwa manusia itu tercengkeram dan terseret ke
dalam kelapukan. Semua manusia dan makhluk lain, bahkan para dewa dan para brahma tidak ada
yang terkecuali semasih diliputi oleh bentuk-bentuk ini, di mana masih ada kelahiran, usia tua, sakit,
dan kematian, dan tidak terdapat perasaan kenikmatan yang sejati. Kebosanan timbul sebagai
dorongan yang keras untuk mencari Nibbana.
9. Muncitukamyata Ñana
Seluruh badan merasa gatal, seperti digigit-gigit semut, atau seperti ada binatang kecil yang
merayap pada muka dan badan. Terasa kurang senang, gelisah dan bosan. Ada keinginan pergi dan
menghentikan latihan meditasinya. Ada pula yang ingin pulang karena merasa bahwa paramitanya
atau perbuatan-perbuatan baiknya belum cukup kuat.
10. Patisankha Ñana
Terasa ditusuk-tusuk di bawah kulit dengan benda-benda tajam di seluruh badan. Timbul
bermacam-macam perasaan yang mengganggu, tetapi setelah disadari dua atau tiga kali, semua itu
menjadi lenyap. Terasa mengantuk. Badan menjadi kaku, tetapi pikiran masih aktif dan pendengaran
masih bekerja. Badan terasa seperti ditindih batu atau kayu. Seluruh badan terasa panas. Muncul
perasaan tak senang.
11. Sankharupekkha Ñana
Tidak ada perasaan takut, tidak ada perasaan senang, tetapi agak seperti acuh tak acuh. Naik
turunnya perut hanya disadari sebagai nama dan rupa saja. Tidak ada perasaan gembira atau perasaan
sedih, tetapi pikiran dan kesadaran pada saat itu tetap terang.
Ingatan, pengenalan, atau kesadaran tidak mengalami kesukaran-kesukaran. Konsentrasi pikiran
berjalan baik, tetap tenang dan halus dalam jangka waktu yang lama, seperti sebuah mobil yang
berjalan di atas jalan yang datar dan rata. Ada perasaan puas dan mungkin lupa dengan waktu.
Samadhi atau konsentrasi menjadi kuat dan lekat, seperti adonan tepung yang diremas-remas oleh
tukang roti yang pandai.
Dapat dikatakan bahwa penyadaran dan pengenalan di dalam nama ini berlangsung dengan mudah
dan memuaskan. Orang mungkin dapat lupa dengan waktu yang telah dilewatinya dalam latihan itu.
Mungkin ia telah duduk selama satu jam atau lebih, padahal mulanya ia ingin bermeditasi hanya 30
menit saja.
12. Anuloma Ñana
Di sini Anuloma Ñana diuraikan dalam bentuk Tilakkhana (anicca, dukkha, anatta) sebagai berikut :
27
a. Anicca : orang yang biasa melatih diri dalam kebersihan atau kesucian dan sila-sila akan
mencapai magga melalui perenungan tentang anicca. Gerakan naik turun perut menjadi cepat,
tetapi sekonyong-konyong berhenti. Ia menyadari atau mengetahui dengan terang tentang gerakan
naik turun itu yang berhenti, menyadari sikap duduk atau sentuhan-sentuhan badannya dengan
jelas. Keadaan pernapasan yang cepat itu adalah corak anicca, dan pengenalan atau kesadaran
terhadap proses berhentinya pernapasan ini adalah anuloma-ñana, tetapi janganlah hendaknya
ragu-ragu atau dipikir-pikirkan. Proses berhenti ini harus disadari dengan nyata.
b. Dukkha : Orang yang biasa melatih diri dalam Samatha (meditasi ketenangan) akan mencapai
magga melalui perenungan tentang dukkha. Kalau ia berlatih menyadari naik turunnya perut,
sikap duduk, atau sentuhan-sentuhan pada badan, maka hal itu akan terhalang. Kalau ia terus
melanjutkan menyadari naik turunnya perut, sikap duduk, atau sentuhan-sentuhan pada badan,
maka terjadilah proses berhenti. Keadaan pernapasan yang terhalang itu adalah corak dari
dukkha, dan pengenalan atau kesadaran terhadap proses berhentinya gerakan naik turun ini, atau
terhadap sikap duduk, atau sentuhan-sentuhan pada badan itu adalah anuloma-ñana.
c. Anatta : Orang yang biasa melatih diri dalam Vipassana (meditasi pandangan terang), atau senang
dengan Vipassana dalam kehidupannya yang dulu-dulu, akan mencapai magga melalui
perenungan tentang anatta. Jadi, naik turunnya perut menjadi tenang dan teratur, jangka waktu
dari gerakan naik dan gerakan turun sama, dan kemudian berhenti. Gerak naik turunnya perut,
atau sikap duduk, atau sentuhan-sentuhan pada badan kelihatan dengan terang. Keadaan
pernapasan yang halus dan teratur itu adalah corak dari anatta, dan pengenalan atau kesadaran
yang terang terhadap proses berhentinya gerakan naik turun ini, atau terhadap sikap duduk, atau
sentuhan-sentuhan pada badan itu adalah anuloma-ñana.
13. Gotrabhu Ñana
Nama-rupa bersama-sama dengan citta (pikiran) yang mengetahui proses berhenti itu menjadi diam,
tenang, aman, dan damai. Ini berarti bahwa orang telah mendapat penerangan dengan nibbana sebagai
obyeknya. Jadi, kalau pencerapan mulai pecah dan lenyap, maka gotrabhu-ñana tercapai.
14. Magga Ñana
Magga timbul langsung pada saat perasaann pecah dan pencerapan kilesa hancur akibat dari
putusnya belenggu-belenggu, seperti Sakayaditthi (kekhayalan dari aku), Vicikiccha (keragu-raguan),
Silabbataparamasa (ketahyulan tentang upacara).
15. Phala Ñana
Phala-ñana adalah hasil dari magga, yang muncul langsung setelah timbulnya magga-ñana. Dalam
beberapa saat, dua atau tiga saat, yang menjadi obyek phala-citta adalah nibbana. Ñana ini bersifat
lokuttara.
16. Paccavekkhana Ñana
Paccavekkhana-Ñana terdiri atas peritmbangan-pertimbangan mengenai masih adanya kilesa
(kekotoran batin). Dalam hal ini terdapat lima macam pertimbangan sebagai berikut :
a. Pertimbangan mengenai magga, yang berarti bahwa kita telah tiba pada magga ini.
b. Pertimbangan mengenai phala, yang berarti bahwa kita telah mencapai phala atau hasil ini.
c. Pertimbangan mengenai kilesa yang telah dihancurkan, yang berarti kita telah menghancurkan
28
semua kilesa.
d. Pertimbangan mengenai kilesa yang belum dihancurkan, yang berarti kita masih memiliki kilesa.
e. Pertimbangan mengenai nibbana, yang berarti bahwa Dhamma tertentu telah kita capai untuk
menuju ke Nibbana sebagai obyek pikiran.
Demikian proses tersebut dapat timbul di dalam diri seseorang dan dapat disadari dengan seksama,
jika orang melaksanakan Vipassana Bhavana.
KESIMPULAN DAN SARAN-SARAN
1. KESIMPULAN
Dari uraian-uraian yang telah disebutkan terdahulu, dapatlah diketahui betapa besar pengaruh bhavana
dalam kehidupan manusia, terlebih-lebih pada zaman modern sekarang ini. Di dalam dunia yang kacau
balau ini, bhavana akan mendatangkan ketenangan pikiran. Lebih jauh lagi, bhavana akan
menimbulkan Pandangan Terang yang menuju tercapainya Nibbana.
Bhavana berarti pengembangan batin. Bhavana ada dua macam, yaitu Samatha Bhavana dan
Vipassana Bhavana. Samatha Bhavana bertujuan untuk mencapai ketenangan batin. Vipassana
Bhavana bertujuan untuk mencapai Pandangan Terang.
Dalam Samatha Bhavana ada empat puluh macam obyek meditasi, yang dapat dipilih salah satu yang
kiranya cocok dengan sifat orang yang bermeditasi. Sifat-sifat manusia yang berkenaan dengan
perkembangan meditasi ada enam macam. Orang yang bermeditasi harus mengetahui terlebih dahulu,
sifat manakah yang menguasai dirinya, sehingga obyek meditasinya dapat disesuaikan dengan sifatnya
itu.
Dalam Vipassana Bhavana ada empat macam obyek meditasi yang disebut satipatthana. Keempat
macam obyek ini harus disadari oleh orang yang bermeditasi.
Dalam melaksanakan meditasi, orang yang bermeditasi sering mendapat gangguan atau rintangan
atau halangan, yang berupa sepuluh palibodha, lima nivarana, dan sepuluh vipassanupakilesa. Karena
itu, dalam melaksanakan meditasi diperlukan kesabaran, keuletan, kemauan, tekad, dan semangat.
Disamping itu, yang paling penting adalah bahwa orang yang bermeditasi harus selalu sadar. Namun
antara usaha, kesadaran, dan konsentrasi harus ada keseimbangan.
29
Dengan melaksanakan Samatha Bhavana, maka akan diperoleh jhana-jhana (tingkat-tingkat
ketenangan batin), tetapi kekotoran batin (kilesa) tidak dapat dibasmi. Kilesa dapat dimusnahkan
secara total dengan melaksanakan Vipassana Bhavana.
Orang yang memiliki jhana harus mempunyai lima macam keahlian yang disebut vasi. Orang yang
memiliki jhana akan dilahirkan kembali di alam Brahma yang terdiri dari dua puluh macam alam,
sesuai dengan tingkatan jhananya.
Jhana tingkat keempat (Catuttha-Jhana) merupakan dasar untuk timbulnya abhiñña (tenaga batin).
Abhiñña ini ada enam macam, terbagi atas lima macam lokiya abhiñña (abhiñña yang duniawi) dan
satu macam lokuttara abhiñña (abhiñña yang di atas duniawi).
Dengan melaksanakan Vipassana Bhavana, maka empat macam kekeliruan yang disebut Vipallasa
Dhamma dapat dibasmi. Dengan melaksanakan Vipassana Bhavana, maka akan diperoleh enam belas
macam pengetahuan yang disebut ñana, diantaranya dapat mengetahui atau melihat nama (batin) dan
rupa (materi) sebagai anicca (ketidak-kekalan), dukkha (derita) dan anatta (tanpa aku).
2. SARAN-SARAN
Dalam kehidupan modern sekarang ini, memang terdapat banyak tugas yang harus dilakukan.
Setiap manusia selalu sibuk dengan urusannya masing-masing. Namun di tengah-tengah
kehidupan yang hiruk-pikuk saat ini, hendaknya kita mau berusaha menyisihkan waktu beberapa
menit setiap hari untuk melaksanakan meditasi. Hanya dengan meditasi inilah, kita dapat
menguatkan pikiran, hidup dengan penuh kepuasan dan sadar setiap saat.
Jika hendak melaksanakan meditasi, sebaiknya mintalah nasehat terlebih dahulu kepada guru
meditasi, berundinglah dengan teman yang telah berpengalaman dalam meditasi, bacalah bukubuku
mengenai meditasi Buddhis yang benar. Namun, harus diketahui bahwa guru itu hanyalah
penunjuk jalan.
Apabila orang yang bermeditasi telah memilih obyek meditasi yang sesuai dengan sifatnya,
namun ia belum mendapatkan hasil dari praktek meditasi yang telah dilakukannya, maka
sebaiknya janganlah langsung mengganti obyek meditasi itu dengan yang lain, karena hal itu tidak
ada gunanya. Ini diibaratkan seperti orang yang menggali sumur, yang ingin mendapatkan air dari
tempat yang satu ke tempat yang lain, sedikit di sini dan sedikit di sana, tetapi lubang yang digali
itu tidak cukup dalam, kemudian ia meninggalkan lubang tadi dan berpikir bahwa di dalam lubang
itu tidak ada air. Sebenarnya di dalam lubang yang telah digali itu ada air, tetapi karena lubangnya
30
tidak cukup dalam, maka airnya belum keluar. Akhirnya orang itu tidak akan pernah mendapatkan
air dari lubang yang telah digalinya itu. Karena itu, kita harus mempraktekkan salah satu obyek
meditasi yang sesuai dengan sifat kita masing-masing secara sempurna, jika kita ingin
memperoleh manfaat yang besar dari meditasi ini.